2.1 Konsep Manajemen
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel (dalam Siswanto, 2005:2) memberikan batasan manajemen sebagai berikut: manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi
Manajemen sebagai proses, oleh para ahli diberikan pengertian yang berbeda-beda. Menurut Daft (2002:8) manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi. The Liang Gie (dalam Mahtika, 2006:6) mengemukakan bahwa manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekolompok orang atau mengerahkan segala fasilitas dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka manajemen mempunyai tiga unsur pokok yaitu: (1) adanya tujuan yang ingin dicapai, (2) tujuan dapat dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain, dan (3) kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan diawasi. Dengan demikian manajemen dapat dipastikan adanya maksud untuk mencapai tujuan tertentu dari kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Sedangkan untuk mencapainya suatu perencanaan yang baik, pelaksanaan yang konsisten dan pengendalian yang kontinyu, dengan maksud agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif. Efisien dapat dikatan suatu kondisi atau keadaan, dimana penyeiesaian suatu pekerjaan dilaksanakan dengan benar dan dengan penuh kemampuan yang dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai menggunakan sarana ataupun peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat, sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena, kejadian¬kejadian, keadaan-keadaan sebagai penjelasannya.
Menurut Mondy dan Premeaux (1993:5) bahwa “Manajemen adalah proses penyelesaian pekerjaan melalui usaha-usaha orang lain.” Berdasarkan definisi ini tampak bahwa proses manajemen akan terjadi apabila seorang melibatkan orang lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan karena fakta menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, manajer tidak dapat melakukan sendiri tugas tersebut tanpa bantuan orang lain atau pegawai.
Menurut Hasibuan (2001:1) bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Wahjosumidjo (2001 :93) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan usaha-anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen adalah seni, dan ilmu perencanaan dan pengorganisasian, penyusunan pegawai, pemberian perintah, dan pengawasan terhadap human and natural resources terutama human resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Kriteria yang dapat pula digambarkan sebagai strategi pokok manajemen adalah mencapai hasil dengan efisien, efektif, ekonomis dan bertanggung jawab dengan memanfaatkan manusia dan sumber daya manusia, biaya, alat, bahan, metode kerja, tempat dan waktu sehemat mungkin.
2.2 Fungsi Manajemen Pendidikan
Konsep yang paling utama dalam memahami kinerja sebuah organisasi adalah dengan melihat organisasi tersebut sebagai suatu sistem dimana serangkaian elemen yang berada didalamnya saling berhubungan dan berfungsi sebagai sebuah unit dalam mencapai suatu tujuan (Lunenburg dan Ornstein, 2000: 14). Implementasi konsep sistem kedalam lembaga dapat menjadi landasan dalam mewujudkan institusi pendidikan sebagai organisasi belajar (learning organization) (Senge 1990: 3). Organisasi Belajar adalah suatu keadaan diamana setiap orang didalam organisasi secara tems menems mengembangkan kemampuan mereka untuk mencapai hasil yang benar-benar mereka inginkan. Memperbaharui atau mengembangkan cara berfikir mereka, mengungkapkan aspirasi dan secara terus menems mencari cara untuk dapat belajar secara bersama-sama. Pada prinsipnya organisasi belajar adalah suatu komitmen strategis untuk menyerap dan berbagi i1mu pengetahuan didalam lingkup organisasi, dimana hal tersebut bermanfaat bagi individu,kelompok atau organisasi yang bersangkutan (Senge. 1990: 4).
Wilson (1966: 9) mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai koordinasi atas aspek-aspek yang penting guna terselenggaranya pembelajaran yang baik bagi seluruh pesert adidik dalam sebuah institusi pendidikan sekolah yang dituangkan kedalam rencana tersusun untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi Manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara kuantitatif atau kualitatif dalam operasional sekolah. Keruwetan yang meningkat karena luas dan banyaknya program telah mendorong usaha untuk merinci dan mempraktikkan prosedur administrasi yang sistematis.
Keith and Giding (191: viii) dalam penelitiannya bahwa kontribusi manajemen pendidian terhadap keberhasilan dan kegagalan belajar siswa adalah sebesar 32%. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, pendidikan memulai usahanya dengan sungguh-sunguh untuk mengembangkan suatu teori dan ilmu administrasi pendidikan. Perkembangan ini melingkupi formulasi dan pemeriksaan proposisi teoritis, pendidikan praktik yang sistematis dan penerapan teori dari bidang ilmu sosiallain pada masalah administrasi pendidikan.
Coladarci and Getzels, (1998) Seorang kepala sekolah yang memanajemensekolah tanpa pengetahuan manajemen pendidikan tidak akan bekerja secara efektif dan efisien, jauh dari mutu, dan keberhasilannya tidak meyakinkan. Pengetahuan dan atau teori tentang manajement pendidikan sangat dibutuhkan dan harus dipahami oleh seorang kepala sekolah karena tanpa teori manajemen kepala sekolah akan melakukan pekerjaannya dengan tekanan dan pendapatnya saja. Hal tersebut tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan justru akan mengalami jalan buntu. Untuk itu teori manajemen pendidikan sangat membantu para kepala sekolah dalam menyelesaikan tugas dan tangungjawabnya.
Rohiyat (2008: 15) Seorang kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolahnya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif karena apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan harus berpijak pada perilaku yang sistematis dan berhubungan dengan konsep, asumsi dan generalisasi teori manajemen.
Kepala Sekolah sebagai Top manajemen mempunyai tanggung jawab untuk selalu mengembangkan visi dan misi sekolah bersifat dinamis dan dapat memunculkan perubahan-perubahan dengan disukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber daya Sarana Prasarana dan sumber daya informasi, (Marwata: 2007).
2.3 Hakekat Mutu Pendidikan
Sebelum membahas tentang mutu pendidikan terlebih dahulu akan dibahas tentang mutu dan pendidikan. Banyak ahli yang mengemukakan tentang mutu, seperti yang dikemukakan oleh Edward Sallis (2006 : 33 ) mutu adalah Sebuah filsosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Sudarwan Danim (2007 : 53 ) mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu poduk atau hasil kerja, baik berupa barang dan jasa. Sedangkan dalam dunia pendidikan barang dan jasa itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, tetapi dan dapat dirasakan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 :677 ) menyatakan Mutu adalah (ukuran ), baik buruk suatu benda;taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb) kualitas. Selanjutnya Lalu Sumayang ( 2003 : 322) menyatakan quality (mutu ) adalah tingkat dimana rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya, disamping itu quality adalah tingkat di mana sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan rancangan spesifikasinya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulan bahwa mutu (quality ) adalah sebuah filsosofis dan metodologis, tentang (ukuran ) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan
Dalam pandangan Zamroni ( 2007 : 2 ) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut.
Teori manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal dengan Total Quality Management.(TQM) akhir-akhir ini banyak diadopsi dan digunakan oleh dunia pendidikan dan teori ini dianggap sangat tepat dalam dunia pendidikan saat ini.
Konsep total quality management pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy (Walton dalam Bounds, et. al, 1994). Istilah ini mengandung makna every process, every job, dan every person (Lewis & Smith, 1994). Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek (Goetsch & davis, 1994).
Aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi.
Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) menerapkan kebebasan yang terkendali, (i) memiliki kesatuan tujuan, (j) melibatkan dan memberdayakan karyawan.(Ety Rochaety,dkk,2005 :97)
Edward Sallis ( 2006 :73 ) menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus- menerus , yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan , keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan untuk masa yang akan datang
Di sisi lain, Zamroni memandang bahwa peningkatan mutu dengan model TQM , dimana sekolah menekankan pada peran kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup tiga kemampuan, yaitu : kemampuan akademik, sosial, dan moral. (Zamroni , 2007 :6 )
Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu : guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.
2.4 Hakekat Peningkatan Mutu Sekolah
Hampir semua bangsa-bangsa negara di dunia ini terus melakukan proses untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara masing-masing. Sebab kunci masa depan suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan sistem pendidikan yang berkualitas, yang ditunjukkan oleh keberadaan sekolah-sekolah yang berkualitas pula.
Peningkatan mutu pendidikan yang berpusat pada peningkatan mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka panjang yang musti dilakukan secara sistematis lagi konsisten untuk diarahkan menuju suatu tujuan tertentu. Peningkatan mutu sekolah tidak bersifat instan, melainkan suatu proses yang harus dilalui dengan sabar, tahap demi tahap, yang terukur dengan arah yang jelas dan pasti. Dalam peningkatan mutu sekolah tidak dikenal sesuatu yang gampang segampang teori, seperti yang disitir oleh Kurt Lewin: “There is nothing to practical as good as a theory”. Pendapat ini berarti pula, bahwa tidak mungkin ada peningkatan mutu sekolah tanpa didasari oleh suatu teori (Levin, 2008). Peningkatan mutu sekolah memerlukan teori, namun implementasinya tidak akan bisa mulus dan semudah teori yang ada. Sebab peningkatan mutu bersifat dinamis yang amat terkait dengan berbagai faktor atau variabel yang tidak semua dapat dikendalikan oleh sekolah.
Peningkatan mutu sekolah, dapat disebut sebagai suatu perpaduan antara knowledge-skill, art, dan entrepreneurship. Suatu perpaduan yang diperlukan untuk membangun keseimbangan antara berbagai tekanan, tuntutan, keinginan, gagasan-gagasan, pendekatan dan praktik. Perpaduan tersebut di atas berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud proses pembelajaran yang berkualitas. Semua upaya peningkatan mutu sekolah harus melewati variabel ini. Proses pembelajaran merupakan faktor yang langsung menentukan kualitas sekolah.
Pembelajaran adalah proses yang kompleks rumit dimana berbagai variable saling berinteraksi. Banyak variable dalam proses interaksi antara guru dan siswa berkaitan dengan suatu materi tertentu yang tidak dapat dikendalikan secara pasti. Terdapat keterkaitan berbagai yang sulit untuk diindentifikasi mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi. Hasil pembelajaran tidak bisa diestimasi secara matematis, pasti. Anak yang kecapekan atau kurang gizi atau memiliki persoalan pribadi jelas akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Demikian pula kemiskinan dan kondisi keluarga akan berpengaruh. Siswa yang memiliki motivasi dan yang tidaki memiliki akan berbeda dalam kaitan dengan proses dan hasil pembelajaran. Dengan singkat, apa pengaruh eksternal dan internal dalam diri siswa yang akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran, tidak semua pengaruh tersebut dapat dikendalikan oleh kepala sekolah dan guru.
Sebagai suatu proses interaksi antara siswa dan guru berkaitan dengan materi tertentu, maka tidak hanya kondisi siswa yang berpengaruh, tetapi juga kondisi guru tidak kalah pentingnya mempengaruhi kualitas pembelajaran. Pepatah mengatakan, “kalau ingin melihat prestasi siswa lihatlah kualitas gurunya”. Kondisi guru yang bervariasi berarti kualitas dan hasil pembelajaran juga akan bervariasi. Semakin tinggi kesenjangan kualitas guru, semakin tinggi kesenjangan prestasi siswa. Kualitas interaksi juga dipengaruhi oleh keberadaan dan kualitas fasilitas, termasuk kurikulum yang dipergunakan.
Peningkatan mutu atau kualitas pembelajaran merupakan inti dari reformasi pendidikan di negara manapun. Hal disebabkan oleh asumsi bahwa, peningkatan mutu sekolah yang memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan nasional, tergantung pada kualitas pembelajaran. Namun, peningkatan kualitas pembelajaran sangat bersifat kontekstual, sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kultural sekolah dan lingkungannya. Berbagai penelitian menunjukan bagaimana bagaimana pentingnya kondisi dan lingkungan sekolah mempengaruhi kualitas pembelajaran, seperti, dalam penelitian tentang sekolah efektif (Purkey & Smith, 1983), kerja guru dan pembelajaran (McLaughlin Talbert, 1993), retrukturisasi sekolah dan kinerja organisasi (Darling-Hammond, 1996), yang semuanya ini bermuara pada suatu pernyataan “apabila ingin meningkatkan kualitas pembelajaran, kualitas sekolah sebagai satu kesatuan dimana pembelajaran berlangsung harus ditingkatkan”.
Dalam kaitan dengan peningkatan mutu, pengalaman menunjukan terdapat berbagai model yang dilaksanakan yang mencakup berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu. Seperti model UNESCO, Model Bank Dunia, Model Orde Baru dan Model Orde Reformasi.
MODEL UNESCO. Sebagai lembaga internasional yang bergerak di bidang budaya dan pendidikan, UNESCO banyak memberikan perhatian dan berupaya mendorong peningkatan mutu sekolah di banyak negara, khususnya negara-negara sedang berkembang. Setiap tahun UNESCO kantor Asia & Pasifik bekerjasama pemerintah China dan Thailand secara bergantian menyelenggarakan seminar innovasi pendidikan yang difokuskan pada peningkatan mutu sekolah.
UNESCO memiliki resep bahwa untuk meningkatkan kualitas sekolah diperlukan berbagai kebijakan, yang mencakup antara lain (UNESCO, 2001.):
a. Sekolah harus siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset, menanggalkan “problem solving” yang menekankan pada orientasi masa lalu, berubah menuju “change anticipating” yang berorientasi pada “how can we do things differently”.
b. Pilar kualitas sekolah adalah Learning how to learn, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
c. Menetapkan standar pendidikan dengan indikator yang jelas.
d. Memperbaharui dan kurikulum sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
e. Meningkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran dan pengeloaan sekolah.
f. Menekankan pada pengembangan sistem peningkatan kemampuan professional guru.
g. Mengembangkan kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu.
h. Meningkatkan partisipasi orang tua masyakat dan kolaborasi sekolah dan fihak-fihak lain.
i. Melaksanakan Quality Assurance.
2.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Peningkatan Mutu Pembelajaran
Untuk meningkatkan mutu sekolah seperti dapat menggunakan yang disarankan oleh Sudarwan Danim ( 2007 : 56 ), yaitu dengan melibatkan lima faktor yang dominan :
Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikanlayananyang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
a. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
b. Guru; pelibatan guru secara maksimal , dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
c. Kurikulum; adanya kurikulum yang tetap tetapi dinamis , dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan ) dapat dicapai secara maksimal;
d. Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan / instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
Berdasarkan pendapat diatas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan dan karyawan sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang sama yaitu menciptakan mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan. Pimpinan dan karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork ) yangn saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals ) akan tercipta dengan baik.
2.6 Strategi Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah
Secara umum untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dengan strategi peningkatan pemerataan pendidikan, dimana unsure makro dan mikro pendidikan ikut terlibat, untuk menciptakan (Equality dan Equity ) , mengutip pendapat Indra Djati Sidi ( 2001 : 73 ) bahwa pemerataan pendidikan harus mengambil langkah sebagai berikut :
a) Pemerintah menanggung biaya minimum pendidikan yang diperlukan anak usia sekolah baik negeri maupun swasta yang diberikan secara individual kepada siswa.
b) Optimalisasi sumber daya pendidikan yang sudah tersedia, antara lain melalui double shift ( contoh pemberdayaan SMP terbuka dan kelas Jauh )
c) Memberdayakan sekolah-sekolah swasta melalui bantuan dan subsidi dalam rangka peningkatan mutu embelajaran siswa dan optimalisasi daya tampung yang tersedia.
d) Melanjutkan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB ) dan Ruang Kelas Baru (RKB ) bagi daerah-daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan peta pendidiakn di tiap –tiap daerah sehingga tidak mengggangu keberadaan sekolah swasta.
e) Memberikan perhatian khusus bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin, masyarakat terpencil, masyarakat terisolasi, dan daerah kumuh.
f) Meningkatkan partisipasi anggota masyarakat dan pemerintah daerah untuk ikut serta mengangani penuntansan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Sedangkan peningkatan mutu sekolah secara umum dapat diambil satu strategi dengan membangun Akuntabilitas pendidikan dengan pola kepemimpinan , seperti kepemimpinan sekolah Kaizen ( Sudarwan Danim, 2007 : 225 ) yang menyarankan :
a) Untuk memperkuat tim-tim sebagai bahan pembangun yang fundamental dalam struktur perusahaan
b) Menggabungkan aspek–aspek positif individual dengan berbagai manfaat dari konsumen
c) Berfokus pada detail dalam mengimplementasikan gambaran besar tentang perusahaan
d) Menerima tanggung jawab pribadi untuk selalu mengidentifikasikan akar menyebab masalah
e) Membangun hubungan antar pribadi yang kuat
f) Menjaga agar pemikiran tetap terbuka terhadap kritik dan nasihat yang konstrukti
g) Memelihara sikap yang progresif dan berpandangan ke masa depan
h) Bangga dan menghargai prestasi kerja
Bersedia menerima tanggung jawab dan mengikuti pelatihan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar